PENDERITAAN
KITA semua tahu apa itu
penderitaan. Kita bahkan mengalaminya. Orang biasa bilang bahwa penderitaan itu
seperti bayangan yang selalu ada sepanjang badan. Kadang-kadang bayangan itu di
belakang kita sehingga kita tidak menyadari keberadaannya. Tetapi sering juga
bayangan itu membentang di depan. Penderitaan menjadi sangat jelas dan
mencekam.
Penyebab penderitaan juga
macam-macam. Ia datang kepada kita dalam bentuk sakit, gagal dalam usaha,
diperlakukan secara tidak adil, mengalami duka cita karena kematian orang yang
kita kasihi, musibah seperti bencana alam. Singkatnya ada banyak penyebab
penderitaan. Apa pun penyebabnya, penderitaan selalu ada. Ia seperti
bayang-bayang yang selalu menyertai hidup. Hanya orang yang sudah meninggal
saja yang tidak mengenal dan mengalami penderitaan. Atau mungkin juga orang
mati menderita. Kita belum tahu itu, karena kita belum mengalami sendiri.
Minggu-minggu ini umat
kristen sedunia memasuki saat-saat perenungan akan penderitaan Kristus dan
maknanya bagi mereka. Penderitaan selalu ada. Manusia tidak bisa berbuat lain
kecuali menghadapinya. Itu sebabnya adalah penting untuk kita merenungkan makna
penderitaan itu. Mungkin kita tidak suka melakukannya. Tetapi karena
penderitaan itu merupakan fakta yang tidak terhindarkan, kita harus menerimanya
dan menemukan maknanya. Inilah salah satu maksud penetapan perayaan
minggu-minggu sengsara alam kalender gerejawi.
Penderitaan perlu dihadapi
dan direnungkan. Ini mengandaikan bahwa ada makna positif yang bisa kita petik
dari pengalaman penderitaan. Ya, setidak-tidaknya itulah yang dikatakan oleh
Henry Ward Becher. Menurut Becher "menangis itu adalah rahmat". Waktu
anak kami lahir di negeri Belanda, seorang dokter datang membawa jarum suntik. Dia
mengambil darah dari telapak kaki anak kami. Tentu saja si bayi kesakitan. Ia
menangis dengan suara keras. Dokter yang merawat dia berkata: "Gooed.....
Goed... doe maar" (Baik-baik. Menangislah). Sambil memandang kepada saya
dia berkata: "Bayi yang menangis waktu disakiti adalah tanda bahwa bayi
itu sehat. Menangis juga perlu agar paru-parunya berkembang".
"Menangis adalah
berkat." kata Henry Becher. Ini juga berlaku bagi orang dewasa.
"Karena dengan air mata Allah membasuh mata kita agar melihat negeri yang
tidak kelihatan, negeri yang tanpa air mata." Saya rasa pendapat ini ada
benarnya. "Yesus ada bersama dua orang murid waktu mereka di dalam
perjalanan ke Emaus. "Tetapi ada sesuatu yang menghalang mata mereka
sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia" (Yoh. 24:16). Mereka sangat
terpaku pada cara hidup yang lama, pendapat dan pengajaran yang lama tentang
hidup, Allah dan kebenaran. Penghayatan mereka tentang hidup bersifat statis
dan monoton.
Sesuatu yang menutupi mata
mereka itu terangkat, waktu Yesus berbicara kepada mereka begitu rupa sehingga
hati mereka berkobar-kobar, mereka sangat tersentuh dan terharu dengan apa yang
mereka dengar itu (Yoh. 24:32). Sangat biasa jadi perasaan berkobar-kobar itu
membuat mata mereka basah karena air mata. Akibatnya mereka memperoleh
pemahaman yang baru mengenai hidup, Allah dan kebenaran. Mereka memperoleh
perspektif baru dalam memahami kitab suci. Mata mereka dapat melihat sesuatu
yang baru pada apa yang selama ini sudah mereka lihat. Saya kira Becher benar
saat ia berkata : "Menangis adalah berkat karena dengan air mata Allah
membasuh mata kita agar melihat negeri yang tidak kelihatan, negeri yang tanpa
air mata". Artinya dengan memahami penderitaan, pengharapan akan satu
perubahan ke arah yang lebih baik makin dilihat sebagai sebuah kebutuhan.
Pengharapan akan hidup yang lain dari keadaan sekarang (status quo) bertumbuh
di dalam pengalaman penderitaan.
Waktu pemerintah sekarang
mengumumkan kenaikan harga BBM, reaksi muncul di mana-mana. Banyak orang yang
meminta agar harta para koruptor besar disita oleh pemerintah untuk
menanggulangi subsidi BBM, proses pengadilan yang adil kepada para koruptor
harus menjadi prioritas pemerintah. Penderitaan ternyata mengajar orang untuk
memperbaiki keadaan hidup.
Penderitaan ada
manfaatnya. Ia mendekatkan kita kepada Allah, kata seorang pemikir yang lain
bernama Harlod A Bisley. "Penderitaan adalah kesempatan yang baik untuk
berdoa. "Waktu hujan tidak turun dan tanaman di kebun mulai layu dan ada
ancaman kegagalan panen, banyak orang berdoa. Kita cepat-cepat datang kepada
Tuhan waktu pencobaan datang."
Para awak kapal berseru
masing-masing kepada Allahnya waktu badai dan angin sakal menghantam kapal
mereka. Itu cerita yang kita baca dalam Kitab Yunus. Murid-murid Yesus juga
berseru kepada sang guru waktu mereka diserang badai secara tiba-tiba saat
mereka sedang berlayar. Bahkan Yesus sendiri juga mengambil waktu khusus untuk
berdoa, waktu Dia berada pada situasi yang kritis menjelang kematiannya.
Akh, bisa saja ada yang
tidak setuju. Penderitaan tidak membawa manfaat apa pun bagi manusia. Ia malah
membuat umur hidup seseorang menjadi lebih pendek. Lihat saja, gara-gara
penderitaan ada banyak orang yang stres, lalu mengalami strok dan kemudian
stop. Karena alasan-alasan ini ada ahli yang menolak untuk kita memuliakan
penderitaan. Penderitaan harus dilawan sekuat tenaga. Manusia harus berjuang
untuk menolak penderitaan yang ia alami.
Fakta-fakta yang kita
catat di atas membuat kita menjadi bijak. Penderitaan itu ada plusnya tetapi
juga ada minusnya. Ini memang fakta yang tidak mungkin dipungkiri. Teori macam
apa pun tidak akan mampu berkat yang kita peroleh dalam penderitaan
menghilangkan sisi negatifnya. Ini kalau kita bicara tentang plus-minus dari
penderitaan. Daripada terjerat dalam soal plus minus dan kita tidak pernah akan
memperoleh kata sepakat penderitaan dapat juga dilihat dari sisi lain. Sisi
lain adalah sebagai berikut.
Fakta mengatakan bahwa
manusia tidak pernah sendirian dalam menghadapi penderitaan. Dalam derita
manusia kembali menjadi satu. Penderitaan membuat perbedaan-perbedaan pendapat,
konflik, dan perpecahan mencair dengan sendirinya. Orang-orang yang hidup dalam
permusuhan dan konflik bisa dengan mudah melupakan konflik dan perbedaan
pendapat yang ada di antara mereka.
Coba kita lihat pengalaman
penderitaan yang kita alami sebagai satu bangsa karena bencana alam di Aceh.
Belakangan ini Indonesia dikenal sebagai bangsa yang bersekutu dan
persaudaraannya tercabik-cabik. Bangsa Indonesia yang satu mengelompok dalam
sentimen agama dan suku yang sangat tinggi. Orang Islam menganggap orang
Kristen sebagai ancaman. Mereka saling memandang dengan penuh curiga, yang satu
menganggap yang lain sebagai kafir atau melakukan syirik.
Pengelompokan manusia
Indonesia menurut agama : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, orang kafir
dan orang bertaqwa hilang dengan begitu saja. Mereka yang berbeda-beda ini
justru bergandengan tangan menanggulangi dan menghadapi penderitaan. Ini
sungguh satu mujizat. Ya, kalau dalam keadaan suka cita kita cenderung terbelah-belah,
maka dalam derita dan duka kita kembali menjadi satu.
Pengalaman tidak sendiri
dalam penderitaan tidak merupakan satu yang bersifat horizontal belaka. Yang
tidak kalah penting untuk kita ketahui, juga di dalam minggu-minggu pra paskah
ini, adalah kenyataan berikut. Allah juga ada bersama kita. Ia menjadi satu
dengan kita yang menderita. Allah ternyata ikut ambil bagian dalam penderitaan
manusia. Ia yang kudus dan agung berkenan menyatukan nasibNya dengan nasib
manusia.
Fakta ini kita alami di dalam
Kristus. Paulus menulis: "Yesus Kristus, yang walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahan sampai mati
di kayu salib" (Fil 2:5-9)
Penderitaan memang
menyakitkan dan menimbulkan luka.
Tetapi manusia tidak
pernah sendiri menghadapinya. Selalu saja ada teman dan sahabat yang ikut
berbela rasa dengan kita memikul duka cita itu. Bahkan Tuhan juga menjadi
sahabat kita. Yesus kawan yang sejati, bagi kita yang lemah, tiap hal boleh
dibawa dalam doa padaNya. Inilah penghiburan sejati bagi manusia. Ini sumber
kekuatan kita menghadapi penderitaan dengan percaya bahwa penderitaan itu
bersifat sementara saja. Habis gelap akan terbit terang. Penderitaan ternyata
membangkitkan pengharapan.
SUMBER
Penulis : Dr. Eben Nuban Timo
http://artikel.sabda.org/penderitaan
Opini
saya :
Tuhan
memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tetapi juga memberikan
penderitaan atau kesedihan yang kadang-kadang bennakna agar manusia sadar untuk
tidak memalingkan dariNya
Baik
dalam Al Quran maupun kitab suci agama lain banyak surat dan ayat yang
menguraikan tentang penderitaan yang dialami oleh manusia atau berisi
peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umunya manusia kurang
mempethatikan peringatan tersebut, sehingga manusia mengalami penderitaan.
Hal itu misalnya dalam surat Al.Insyiqoq:6 (q) dinyatakan “manusia ialah mahluk yang hidupnya penuh perjuangan. Ayat tersebut harus diartikan, bahwa manusia hams bekerja keras untuk dapat melangsungkan hidupnya. Untuk kelangsungan hidup ini manusia harus menghadapi alam (menaklukan alam), menghadapi masyarakat sekelilingnya, dan tidak bole h lupa untuk taqwa terhadap Tuhan. Apabila manusia melalaikan salah satu darinya, atau kurang sungguh-sungguh menghadapinya, maka akibatnya manusia akan menderita. Bila manusia itu sudah berkeluarga, maka penderitaan juga dialami oleh keluarganya. Penderitaan semacam itu karena kesalahaunya sendiri.
Berbagai kasus penderitaan terdapat dalam kehidupan. Banyaknya macam kasus penderitaan sesuai dengan liku-liku kehidupan manusia. Bagaimana manusia menghadapi penderitaan dalam hidupnya ? Penderitaan fisik yang dialami manusia tentulah diatasi secara medis untuk mengurangi atau menyembuhkannya. Sedangkan penderitaan psikis, penyembuhannya terletak pada kemampuan si penderita dalarn menyelesaikan soal-soal psikis yang dihadapinya. Para ahli lebih banyak membantu saja. Sekali lagi semuanya itu merupakan “resiko” karena seseorang mau’hidup. Sehingga enak atau tidak enak, bahagia atau sengsara merupakan dua sisi atau masalah yang wajib diatasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar